Jakarta – Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) menyoroti pentingnya kepercayaan publik dalam efektivitas lembaga pengawas perlindungan data pribadi. Hal ini disampaikan dalam diskusi Pojok Kramat yang digelar Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Senin (10/3).
Diskusi tersebut membahas implementasi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) serta rencana pembentukan otoritas pengawas perlindungan data oleh pemerintah. Dalam forum ini, Pengurus PP IPPNU, Lily Awanda, mengapresiasi langkah pemerintah, tetapi menyoroti bahwa keberhasilan lembaga tersebut sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat.
"Ketika membicarakan ini, paling sederhana yang harus kita pastikan adalah trust dari masyarakat itu sendiri untuk kemudian lembaga ini berhasil menjalankan tugas dan fungsinya," ujarnya.
"Saya tertarik untuk menanyakan, bagaimana kita sebagai individu maupun komunal yang merepresentasikan NU, bisa berperan dalam membangun trust itu sendiri?" tanyanya.
Direktur Strategi Kebijakan Komite Digital (Komdigi), Muchtarul Huda, turut menegaskan bahwa transparansi dan mekanisme audit menjadi elemen penting dalam pengawasan kinerja lembaga ini.
"Audit itu pasti pak, itu kan proses administrasi biasa. Yang pasti mungkin peran serta masyarakat selain sebagai pihak yang perlu dilindungi dari pelanggaran data pribadi, juga ikut serta memantau kinerja dari lembaga itu sendiri," jelasnya.
Senada dengan hal itu, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, menambahkan bahwa UU PDP memang telah mengatur partisipasi masyarakat dalam pengawasan, tetapi peran tersebut masih perlu diperjelas agar lebih efektif.
"Kita memang harus aktif mengidentifikasi peran seperti apa yang mestinya bisa dikembangkan," kata Wahyudi.
Ia juga menekankan bahwa pembentukan lembaga ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki kepercayaan publik terhadap negara dalam aspek perlindungan data pribadi.
"Sebenarnya jika pemerintah dalam hal ini serius untuk mendesain lembaga ini, ini bisa menjadi ruang untuk memperbaiki kepercayaan publik kepada negara dalam hal perlindungan data," tambahnya.
Sementara itu Ketua PBNU, Rumadi Ahmad, menyoroti bahwa UU PDP tidak hanya berlaku bagi sektor bisnis tetapi juga bagi organisasi sosial seperti NU. Menurutnya, perlakuan yang tidak setara dalam penegakan hukum terkait kebocoran data dapat berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem perlindungan data.
"Kalau kita lihat UU PDP itu yang disasar adalah lembaga privat, maksudnya adalah lembaga bisnis yang dilakukan oleh swasta. Tapi dia juga menyasar organisasi seperti NU, yang bukan lembaga bisnis," kata Rumadi.
"Lembaga PDP harus bisa berdiri di tengah antara lembaga privat, organisasi sosial masyarakat, ataupun lembaga pemerintah yang menyimpan data pribadi kita," tegasnya.
Melalui keterlibatannya dalam diskusi ini, IPPNU menunjukkan kepedulian terhadap kebijakan strategis di era digital. Kepercayaan publik terhadap lembaga pengawas perlindungan data menjadi perhatian utama agar kebijakan yang diterapkan dapat berjalan efektif dan memberikan perlindungan menyeluruh bagi masyarakat, termasuk generasi muda Nahdlatul Ulama.